Wednesday, March 18, 2015

keguruan di indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Kapan guru itu lahir? kapan guru itu ada? Pertanyaan mendasar yang membutuhkan jawaban mendasar pula. Guru lahir dan ada semenjak manusia itu ada di muka bumi ini. Karena begitu manusia itu ada dalam kehidupan, sesungguhnya proses pendidikan itu terjadi. Proses pendidikan dalam arti proses internalisasi dan sosialisasi suatu nilai dari orang dewasa kepada orang yang di anggap perlu menerima suatu nilai.
Pada zaman penjajahan Belanda. Pemerintahan Belanda menyediakan sekolah yang beraneka ragam bagi orang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan berbagai lapisan masyarakat. Ciri yang khas dari sekolah-sekolah ini ialah tidak adanya hubungan berbagai ragam sekolah itu. Namun lambat laun, dalam berbagai macam sekolah yang terpisah-pisah itu terbentuklah hubungan-hubungan sehingga terdapat suatu sistem yang menunjukkan kebulatan. Pendidikan bagi anak-anak Indonesia semula terbatas pada pendidikan rendah, akan tetapi kemudian berkembang secara vertical sehingga anak-anak Indonesia, melalui pendidikan menengah dapat mencapai pendidikan tinggi, sekalipun melalui jalan yang sulit dan sempit.
Pejajahan selanjutnya adalah penjajahan Jepang yang membawa perubahan buruk dan baik bagi bangsa Indonesia. Bangsa Jepang menanamkan bahwa bangsa Asia juga bisa maju. Selain itu, Jepang juga mengajarkan menghormati guru dan dokter. Serta, Jepang juga membuat Bangsa Indonesia sadar akan kesatuan dan persatuan bangsa sangatlah penting.. Bahkan saat penjajahan Jepang Bangsa Indonesia benar-benar diperas keringatnya dengan dalih Jepang adalah saudara tua Bangsa Indonesia. Pendidikan pun menjadi terbengkalai.
Meskipun demikian, para guru masih terus berjuang untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Dengan semangat  perjuangan dan kebangsaan yang menggelolara, para guru pribumi berhasil mendirikan organisasi pendidikan yang sekarang disebut PGRI. PGRI adalah organisasi perjuangan, organisasi profesi dan organisasi ketenagakerjaan yang berfokus pada bidang keguruan. PGRI sebagai tempat berhimpunnya segenap guru dan tenaga kependidikan lainnya merupakan organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan yang berdasarkan Pancasila, bersifat independen, dan non politik praktis, secara aktif menjaga, memelihara, mempertahankan, dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa yang dijiwai semangat kekeluargaan, kesetiakawanan social yang kokoh serta sejahtera lahir batin, dan kesetiakawanan organisasi baik nasional maupun internasional. Namun, pada masa penjajahan belanda nama PGRI adalah PGHB (persatuan guru hindia belanda). Kemudian berubah  menjadi persatuan guru Indonesia (PGI).
Dengan Usaha para gurupun pendidikan dapat terangkat walau saat Bangsa Indonesia dijajah. Kita patut bangga dengan semua usaha para guru. Maka, perlu untuk kita memahami dan mengerti perjuangan para guru saat masa penjajahan Belanda dan Jepang.


B.         Rumusan Masalah
1.      Bagaimana peran guru di masa penjajahan Belanda?
2.      Bagaimana peran guru di masa penjajahan Jepang?
3.      Bagaimana peran guru di masa kemerdekaan?
4.      Bagaimana guru masa kini?

C.        Tujuan
Untuk mengetahui peran dan perjuangan guru pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Kemudian mengetahui peran guru pada masa kemerdekaan dan bagaimana guru pada masa kini.














BAB II
PEMBAHASAN

A.      Perjuangan Guru Dimasa Penjajahan Belanda Dan Keadaan Pendidikan, Guru dan Bentuk-Bentuk Sekolah

Pada masa penjajahan guru tampil dan ikut mewarnai perjuangan bangsa indonesia. Semangat kebangsaan Indonesia tercermin dan terpatri dari guru pada  masa penjajahan tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari lahirnya organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman belanda pada tahun 1912 dengan nama persatuan guru hindia  belanda. Organisasi ini merupakan  dari guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah.
Dengan semangat  perjuangan dan kebangsaan yang menggelolara, para guru pribumi menuntut persamaan hak dan kedudukan dengan pihak belanda. Sebagai salah satu bukti dari perjuangan ini adalah kepala HIS yang sebelumya selalu dijabat oleh orang belanda, bergeser ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan guru terus bergelora dan memuncak serta mengalami pergeseran cita-cita perjuangan yang lebih hakiki lagi, yaitu Indonesia merdeka.
Pada tahun 1932 persatuan guru hindia belanda (PGHB) berubah menjadi persatuan guru Indonesia (PGI). Perubahan nama ini suatu langka berani penuh risiko, karena mengusung nama “Indonesia” di mana belanda tidak suka dengan kata tersebut yang dianggap mengorbangkan semangat nasionalisme yang tinggi serta dorongan untuk hidup merdeka menjadikan organisasi ini tetap eksis sampai pemerintahan kolonial belanda berakhir.
Dari penjelasan diatas dapat dikatsakan bahwa perang guru pada masa penjajahan  sangat penting dan mempunyai nilai yang strategis dalam membangkitkan semangat kebangsaan Indonesia menuju cita-cita kemerdekaan. Dengan peran guru sebagai pengajar dan pendidik yang berhadapan langsung dengan para siswa, maka guru bisa secara langsung menanamkan jiwa nasionalisme dan menekankan arti penting sebuah kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
Pada zaman Belanda, terdapat bermacam-macam sekolah diperuntukan bagi golongan tertentu. Umumnya sekolah desa atau sekolah rakyat (Volksschool) untuk masyarakat desa, sekolah dasar Angka II ( Tweede Inlandse School) untuk rakyat biasa di kota-kota. Dan sekolah Dasar berbahasa Belanda untuk anak-anak priyai.atau anak-anak pegawai pemerintah Hindia Belanda. Guru-gurunya adalah tamatan bermacam-macam sekolah guru, seperti Normalschool (NS), Kweekschool (KS), Hongere Kweekschool (HKS) dan banyak lagi. Dan setiap golongan guru tersebut mendapat gaji yang berbeda-beda pula. Hal ini sengaja diciptakan oleh Belanda untuk mempengaruhi golongan guru dan memecah belah penduduk Indonesia, bukan hanya dalam pendidikan, namun juga dalam kehidupan social-ekonomi.
Secara umum sistem pendidikan khususnya macam-macam persekolahan didasarkan kepada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan (kelas) social yang ada dan menurut golongan kebangsaan yang berlaku waktu itu, yaitu :

1.      Pendidikan rendah (Lager Onderwijs)
Pendidikan rendah atau bisa disebut sekolah dasar, di bagi menjadi 2 yaitu:
Sekolah kelas 1 untuk anak priyayi (bangsawan) dan anak pemerintah belanda
Sekolah kelas 2 untuk anak rakyat jelata (rakyat indonesia)

2.      Pendidikan lanjutan = Pendidikan Menengah
a.           MULO (Meer Uit gebreid lager school), sekolah tersebut adalah kelanjutan dari sekolah dasar yang berbasa pengantar bahasa Belanda. Lama belajarnya tiga sampai empat tahun. Yang  pertama didirikan pada tahun 1914.

b.           AMS (Algemene Middelbare School) adalah sekolah menengah umum kelanjutan dari MULO berbahasa belanda dan diperuntukan golongan bumi putra dan Timur asing. Lama belajarnya tiga tahun dan yang petama didirikan tahun 1915.

c.           HBS (Hoobere Burger School) atau sekolah warga Negara tinggi adalah sekolah menengeh kelanjutan dari ELS yang disediakan untuk golongan Eropa, Didirikan pada tahun 1860.

3.   Pendidikan Kejuruan (vokonderwijs )
Sebagai pelaksanaan politik etika pemerintah belanda banyak mencurahkan perhatian pada pendidikan kejuruan. Jenis sekolah kejuruan yang ada  adalah sebagai berikut:
a.       Sekolah pertukangan (Amachts leergang) yaitu sekolah berbahasa daerah.
b.       Sekolah pertukangan (Ambachtsschool) adalah sekolah pertukangan berbahasa pengantar Belanda.
c.       Sekolah teknik (Technish Onderwijs.
d.       Pendidikan Dagang (Handels Onderwijs).
e.       Pendidikan pertanian (landbouw Onderwijs).
f.        Pendidikan kejuruan kewanitaan (Meisjes Vakonderwijs).
g.       Pendidikan Rumah Tangga (Huishoudschool).
h.       Pendidikan keguruan (Kweekschool).

4.  Pendidikan Tinggi (Hooger Onderwijs)
Karena terdesak oleh tenaga ahli, maka didirikanlah:
a.    Sekolah Tehnik Tinggi (Technische Hoge School).
b.    Sekolah Hakim Tinggi (Rechskundige Hoge school).
c.    Pendidikan tinggi kedokteran.

B.      Perjuangan Guru Dimasa Penjajahan Jepang Dan Keadaan Pendidikan, Guru dan Sekolah

Bulan Februari 1942 bala tentara Jepang menduduki Indonesia. Pemerintah tentara pendudukan Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda dan Inggris. Diperintahkannya agar disamping bahasa resmi di sekolah-sekolah dan bahasa jepang dipelajari dan diajarkan juga. Akan tetapi semua perkumpulan atau perserikatan dilarang, Termasuk PGI. Sejak itu sekolah-sekolah ditutup. Namun, Setelah banyak kejadian berlalu. Akhirnya sekolah-sekolah yang sudah lama ditutup dibuka kembali. Bahasa Belanda dan Inggris dilarang diganti dengan pelajaran bahasa Nippon dengan huruf katakana dan kanji. Untuk bahasa Indonesia dipakai sebgai bahasa pengantar di sekolah-sekolah Sekolah Dasar diberi nama “Syo Gakko”, Sekolah Menengah “Cu Gakkoo” dan Sekolah Tinggi “Dai Gakkoo”.
Bulan September 1942 pemerintah Jepang mulai membuka sekolah Menengah Pertama dan Atas, termasuk sekolah-sekolah kejuruan seperti “Sihan Gakkoo” (Sekolah Guru),“Kasei Jo Gakkoo” (Sekolah Kepandaian Puteri) dan lain-lain. Guru-guru Indonesia dengan semangat kebangsaan yang tetap bekerja dibawah pemerintahan Jepang. Orang-orang Jepang mempercayai bahwa sumber kemajuan dan kekuatan suatu bangsa adalah pendidikan. Pendidikan itu perlu untuk kebangunan dan pembangunan bangsa. Pendidikan yang baik dilahirkan dari guru yang baik pula. Orang jepang sangat menghormati guru. Guru dan dokter mendapat panggilan kehormatan “Sensei” yang berarti “Mula-mula hidup” atau yang dahulu selaki hidup (orang yang tertua). Untuk mendidik guru yang baik didirikanlah sekolah guru dinamai “Sihan Gakkoo”.
Berikut ini adalah kebijakan pemerintahan Jepang terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
a.   Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda;
b.   Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
a.   Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.
b.   Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
c.   Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.
d.   Pendidikan Tinggi.

C.    Peran Guru pada Masa Kemerdekaan
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 menjadikan peran guru dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat lebih terbuka dan maksimal. Dengan semangat proklamasi para guru bersepakat menyelenggarakan Kongres Guru Indonesia yang berlangsung tanggal 24-25 November 1945 di Surakarta. Dalam kongres tersebut disepakati untuk menghilangkan segala perbedaan latar belakang yang ada pada guru, seperti perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, daerah asal, politik, agama, dan suku. Mereka melebur dalam suasana ke-Indonesiaan dan siap mengabdi demi kemajuan bangsa dan Negara Indonesia yang lebih baik dan sejahtera. Melalui kongres ini didirikan Persatuan Guru Republik Indonesia tepatnya tanggal 25 November 1945.
PGRI lahir dalam suasana revolusi dimana bangsa Indonesia masih menghadapi sekutu yang ingin mengambil alih kembali Indonesia merdeka. Melalui siaran RRI Surakarta, para guru bersatu dan bersiap mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan:
1.      Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
2.      Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
3.      Membela hak dan nasib buruh umumnya, dan guru pada khususnya.

Dari tiga tujuan di atas, dapat disimpulkan bahwa PGRI sangat serius terhadap masalah nasib bangsa ke depan menuju Indonesia merdeka yang sejahtera, adil, dan makmur. Ke depan guru tidak terjebak pada rutinitas tugas belaka, tetapi secara terus menerus guru mampu meningkatkan kualitas mengajar dan mendidiknya sehingga upaya peningkatan mutu pendidikan dapat tercapai.
Tanpa perubahan paradigma dari para guru, sepertinya sulit dan hampir tidak mungkin mutu pendidikan di Indonesia dapat meningkat. Hal ini disebabkan guru berada di garda terdepan dalam peningkatan mutu pendidikan.
Oleh karena itu dibutuhkan kesejahteraan pribadi dan profesional guru yang meliputi:
1.      Imbal jasa yang wajar dan proporsional
2.      Rasa aman dalam melaksanakan tugasnya.
3.      Kondisi kerja yang kondusif bagi pelaksanaan tugas dan suasana kehidupannya.
4.      Hubungan antar pribadi yang baik dan kondusif.
5.      Kepastian jenjang karir dalam menuju masa depan yang lebih baik.

Beberapa Paradigma baru yang harus diperhatikan guru dewasa ini adalah sebagai berikut:
1.    Tidak terjebak pada rutinitas belaka, tetapi selalu mengembangkan dan memberdayakan  diri secara terus-menerus untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya, baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan, seminar, lokakarya, dan kegiatan sejenisnya. Guru jangan terjebak pada aktifitas datang, mengajar, pulang, begitu berulang-ulang sehingga lupa mengembangkan potensi diri secara maksimal.
2.    Guru mampu menyusun dan melaksanakan strategi dan model pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM) yang dapat menggairahkan motivasi belajar peserta didik. Guru harus menguasai berbagai macam strategi dan pendekatan serta model pembelajaran sehingga proses belajar-mengajar berlangsung dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan.
3.    Dominasi guru dalam pembelajaran, dikurangi sehingga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih berani, mandiri, dan kreatif dalam proses belajar-mengajar.
4.    Guru mampu memodifikasi dan memperkaya bahan pembelajaran sehingga peserta didik mendapatkan sumber belajar yang lebih bervariasi.
5.    Guru menyukai apa yang diajarkannya, dan menyukai mengajar sebagai suatu profesi yang menyenangkan.
6.    Guru mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, dan tekhnologi yang mutakhir sehingga memiliki wawasan yang luas dan tidak tertinggal dengan informasi terkini.
7.    Guru mampu menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat luas dengan selalu menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji dan mempunyai integritas yang tinggi.
8.    Guru mempunyai visi ke depan dan mampu membaca tantangan zaman sehingga siap menghadapi perubahan dunia yang tak menentu yang membutuhkan kecakapan dan kesiapan yang baik.

D.    Guru Masa Kini
Tonggak sejarah guru di Indonesia pada masa kini adalah lahirnya Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Diiringi dengan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, dimana didalamnya diatur tentang standar tenaga pendidik dan kependidikan.
Menyadari bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global perlu dilakukan perberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Inilah salah satu yang menjadi dasar pertimbangan dilahirkannya undang-undang guru di atas.
Regulasi pemerintah atas guru terus bergulir, berbagai kebijakan terkait dengan upaya perencanaan guru ditata sedemikian rupa, pembinaan guru yang telah menjadi tenaga tetpa di institusi pendidikan terus dilakukan secara intensif, dan bahkan promosi guru untuk studi lanjut diberi perhatian lebih luas.
Standar yang ditetapkan oleh pemerintah tentang guru atau tenaga kependidikan ini jelas tampak bab VI tentang standar pendidikan dan tenaga kependidikan.  Pada Pasal 28 ditegaskan bahwa; (1) Pendidikan harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional,(2) kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidikan yang dibuktikan dengan ijazah dan/ sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan (3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi : kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Tanda keseriusan pemerintah terhadap peran guru dalam pembangunan nasional, kemudian dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 tahun 2008 tentang guru dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005 tentang standar kualifikasi dan kompetensi pendidik.
Benar disadari bahwa guru pada zaman sekarang ini, semakin luas dan semakin kompleks. Guru di kota berbeda dengan guru di desa, guru honorer berbeda dengan guru pemerintah dan seterusnya. Untuk itu kompleksitas masalah guru mungkin akan terus berlanjut sampai kegiatan pendidikan itu berhenti, namun yang pasti, taksonomi masalah guru akan terus menjadi bagian dari tugas pemerintah terkait dengan pembangunan anak bangsa di masa yang akan datang.
Inti dari pembahasan tentang regulasi pemerintah di atas, adalah bahwa ketika guru mendapatkan hak dan eksistensinya secara proporsional, maka kewajiban dan tantanganpun hadir di hadapannya. Profesionalisme guru sebagai tenaga pendidik, tidak hanya sekedar berdiri di depan kelas, lebih dari itu kini guru menjadi agen perubahan, menjadi motor penggerak pembangunan peradaban. Namun juga ada catatan lain, bahwa para politisi kadang kala memanfaatkan “guru” untuk kepentingan politik dan lainnya.











BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Pada zaman Belanda, terdapat bermacam-macam sekolah diperuntukan bagi golongan tertentu. Umumnya sekolah desa atau sekolah rakyat (Volksschool) untuk masyarakat desa, sekolah dasar Angka II ( Tweede Inlandse School) untuk rakyat biasa di kota-kota. Dan sekolah Dasar berbahasa Belanda untuk anak-anak priyai.atau anak-anak pegawai pemerintah Hindia Belanda. Guru-gurunya adalah tamatan bermacam-macam sekolah guru, seperti Normalschool (NS), Kweekschool (KS), Hongere Kweekschool (HKS) dan banyak lagi. Dan setiap golongan guru tersebut mendapat gaji yang berbeda-beda pula. Hal ini sengaja diciptakan oleh Belanda untuk mempengaruhi golongan guru dan memecah belah penduduk Indonesia, bukan hanya dalam pendidikan, namun juga dalam kehidupan social-ekonomi.
Berikut ini adalah kebijakan pemerintahan Jepang terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
a.   Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda;
b.   Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
a.   Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.
b.   Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
c.   Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.
d.   Pendidikan Tinggi.
Inti dari pembahasan tentang regulasi pemerintah di atas, adalah bahwa ketika guru mendapatkan hak dan eksistensinya secara proporsional, maka kewajiban dan tantanganpun hadir di hadapannya. Profesionalisme guru sebagai tenaga pendidik, tidak hanya sekedar berdiri di depan kelas, lebih dari itu kini guru menjadi agen perubahan, menjadi motor penggerak pembangunan peradaban. Namun juga ada catatan lain, bahwa para politisi kadang kala memanfaatkan “guru” untuk kepentingan politik dan lainnya.



DAFTAR PUSTAKA
Amini. 2013. Profesi Keguruan. Medan : Perdana Publishing.
Kunandar. 2011. Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Timgkat Satuan Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Lubis, Saiful Akhyar. 2010.  Profesi Keguruan. Medan : Cita Pustaka Perdana Mulya Sarana