BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kapan guru itu lahir? kapan guru
itu ada? Pertanyaan mendasar yang membutuhkan jawaban mendasar pula. Guru lahir
dan ada semenjak manusia itu ada di muka bumi ini. Karena begitu manusia itu
ada dalam kehidupan, sesungguhnya proses pendidikan itu terjadi. Proses
pendidikan dalam arti proses internalisasi dan sosialisasi suatu nilai dari
orang dewasa kepada orang yang di anggap perlu menerima suatu nilai.
Pada zaman penjajahan Belanda. Pemerintahan Belanda menyediakan
sekolah yang beraneka ragam bagi orang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan
berbagai lapisan masyarakat. Ciri yang khas dari sekolah-sekolah ini ialah
tidak adanya hubungan berbagai ragam sekolah itu. Namun lambat laun, dalam
berbagai macam sekolah yang terpisah-pisah itu terbentuklah hubungan-hubungan
sehingga terdapat suatu sistem yang menunjukkan kebulatan. Pendidikan bagi
anak-anak Indonesia semula terbatas pada pendidikan rendah, akan tetapi
kemudian berkembang secara vertical sehingga anak-anak Indonesia, melalui
pendidikan menengah dapat mencapai pendidikan tinggi, sekalipun melalui jalan
yang sulit dan sempit.
Pejajahan selanjutnya adalah penjajahan Jepang yang
membawa perubahan buruk dan baik bagi bangsa Indonesia. Bangsa Jepang
menanamkan bahwa bangsa Asia juga bisa maju. Selain itu, Jepang juga
mengajarkan menghormati guru dan dokter. Serta, Jepang juga membuat Bangsa
Indonesia sadar akan kesatuan dan persatuan bangsa sangatlah penting.. Bahkan
saat penjajahan Jepang Bangsa Indonesia benar-benar diperas keringatnya dengan
dalih Jepang adalah saudara tua Bangsa Indonesia. Pendidikan pun menjadi
terbengkalai.
Meskipun demikian, para guru masih terus berjuang
untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Dengan semangat perjuangan dan
kebangsaan yang menggelolara, para guru pribumi berhasil mendirikan organisasi
pendidikan yang sekarang disebut PGRI. PGRI adalah organisasi perjuangan,
organisasi profesi dan organisasi ketenagakerjaan yang berfokus pada bidang
keguruan. PGRI sebagai tempat berhimpunnya segenap guru dan tenaga kependidikan
lainnya merupakan organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi
ketenagakerjaan yang berdasarkan Pancasila, bersifat independen, dan non
politik praktis, secara aktif menjaga, memelihara, mempertahankan, dan
meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa yang dijiwai semangat kekeluargaan,
kesetiakawanan social yang kokoh serta sejahtera lahir batin, dan
kesetiakawanan organisasi baik nasional maupun internasional. Namun, pada
masa penjajahan belanda nama PGRI adalah PGHB (persatuan guru hindia belanda).
Kemudian berubah menjadi persatuan guru Indonesia (PGI).
Dengan Usaha para gurupun pendidikan dapat terangkat
walau saat Bangsa Indonesia dijajah. Kita patut bangga dengan semua usaha para
guru. Maka, perlu untuk kita memahami dan mengerti perjuangan para guru saat
masa penjajahan Belanda dan Jepang.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
peran guru di masa penjajahan Belanda?
2.
Bagaimana
peran guru di masa penjajahan Jepang?
3.
Bagaimana
peran guru di masa kemerdekaan?
4.
Bagaimana guru
masa kini?
C.
Tujuan
Untuk mengetahui peran dan perjuangan
guru pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Kemudian mengetahui peran guru
pada masa kemerdekaan dan bagaimana guru pada masa kini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perjuangan Guru Dimasa Penjajahan Belanda Dan Keadaan
Pendidikan, Guru dan Bentuk-Bentuk Sekolah
Pada masa penjajahan guru tampil dan ikut mewarnai perjuangan bangsa
indonesia. Semangat kebangsaan Indonesia tercermin dan terpatri dari guru
pada masa penjajahan tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari lahirnya
organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman belanda pada tahun 1912
dengan nama persatuan guru hindia belanda. Organisasi ini merupakan
dari guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah.
Dengan semangat perjuangan dan kebangsaan yang menggelolara, para
guru pribumi menuntut persamaan hak dan kedudukan dengan pihak belanda. Sebagai
salah satu bukti dari perjuangan ini adalah kepala HIS yang sebelumya selalu
dijabat oleh orang belanda, bergeser ke tangan orang Indonesia. Semangat
perjuangan guru terus bergelora dan memuncak serta mengalami pergeseran
cita-cita perjuangan yang lebih hakiki lagi, yaitu Indonesia merdeka.
Pada tahun 1932 persatuan guru hindia belanda (PGHB) berubah menjadi
persatuan guru Indonesia (PGI). Perubahan nama ini suatu langka berani penuh
risiko, karena mengusung nama “Indonesia” di mana belanda tidak suka dengan
kata tersebut yang dianggap mengorbangkan semangat nasionalisme yang tinggi
serta dorongan untuk hidup merdeka menjadikan organisasi ini tetap eksis sampai
pemerintahan kolonial belanda berakhir.
Dari penjelasan diatas dapat dikatsakan bahwa perang guru pada masa
penjajahan sangat penting dan mempunyai nilai yang strategis dalam
membangkitkan semangat kebangsaan Indonesia menuju cita-cita kemerdekaan.
Dengan peran guru sebagai pengajar dan pendidik yang berhadapan langsung dengan
para siswa, maka guru bisa secara langsung menanamkan jiwa nasionalisme dan
menekankan arti penting sebuah kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
Pada zaman Belanda, terdapat bermacam-macam sekolah diperuntukan bagi
golongan tertentu. Umumnya sekolah desa atau sekolah rakyat (Volksschool)
untuk masyarakat desa, sekolah dasar Angka II ( Tweede Inlandse School)
untuk rakyat biasa di kota-kota. Dan sekolah Dasar berbahasa Belanda untuk
anak-anak priyai.atau anak-anak pegawai pemerintah Hindia Belanda. Guru-gurunya
adalah tamatan bermacam-macam sekolah guru, seperti Normalschool (NS), Kweekschool (KS), Hongere
Kweekschool (HKS) dan banyak lagi. Dan setiap golongan guru tersebut
mendapat gaji yang berbeda-beda pula. Hal ini sengaja diciptakan oleh Belanda
untuk mempengaruhi golongan guru dan memecah belah penduduk Indonesia, bukan
hanya dalam pendidikan, namun juga dalam kehidupan social-ekonomi.
Secara umum sistem pendidikan khususnya macam-macam persekolahan didasarkan
kepada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan (kelas) social yang ada
dan menurut golongan kebangsaan yang berlaku waktu itu, yaitu :
1. Pendidikan rendah (Lager Onderwijs)
Pendidikan rendah atau bisa disebut sekolah dasar, di bagi menjadi 2 yaitu:
Sekolah kelas 1 untuk anak priyayi (bangsawan) dan anak pemerintah belanda
Sekolah kelas 2 untuk anak rakyat jelata (rakyat indonesia)
2. Pendidikan lanjutan = Pendidikan Menengah
a. MULO (Meer Uit gebreid lager school),
sekolah tersebut adalah kelanjutan dari sekolah dasar yang berbasa pengantar
bahasa Belanda. Lama belajarnya tiga sampai empat tahun. Yang pertama
didirikan pada tahun 1914.
b. AMS (Algemene Middelbare School) adalah
sekolah menengah umum kelanjutan dari MULO berbahasa belanda dan diperuntukan
golongan bumi putra dan Timur asing. Lama belajarnya tiga tahun dan yang petama
didirikan tahun 1915.
c. HBS (Hoobere Burger School) atau sekolah
warga Negara tinggi adalah sekolah menengeh kelanjutan dari ELS yang disediakan
untuk golongan Eropa, Didirikan pada tahun 1860.
3. Pendidikan
Kejuruan (vokonderwijs )
Sebagai pelaksanaan politik etika pemerintah belanda banyak mencurahkan
perhatian pada pendidikan kejuruan. Jenis sekolah kejuruan yang ada
adalah sebagai berikut:
a. Sekolah pertukangan (Amachts
leergang) yaitu sekolah berbahasa daerah.
b. Sekolah pertukangan
(Ambachtsschool) adalah sekolah pertukangan berbahasa pengantar Belanda.
c. Sekolah teknik
(Technish Onderwijs.
d. Pendidikan Dagang
(Handels Onderwijs).
e. Pendidikan pertanian
(landbouw Onderwijs).
f. Pendidikan kejuruan kewanitaan (Meisjes Vakonderwijs).
g. Pendidikan Rumah
Tangga (Huishoudschool).
h. Pendidikan keguruan
(Kweekschool).
4. Pendidikan
Tinggi (Hooger Onderwijs)
Karena terdesak oleh
tenaga ahli, maka didirikanlah:
a. Sekolah
Tehnik Tinggi (Technische Hoge School).
b. Sekolah
Hakim Tinggi (Rechskundige Hoge school).
c. Pendidikan
tinggi kedokteran.
B.
Perjuangan Guru Dimasa Penjajahan Jepang Dan Keadaan Pendidikan, Guru dan
Sekolah
Bulan Februari 1942 bala tentara Jepang menduduki Indonesia. Pemerintah
tentara pendudukan Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda dan Inggris.
Diperintahkannya agar disamping bahasa resmi di sekolah-sekolah dan bahasa
jepang dipelajari dan diajarkan juga. Akan tetapi semua perkumpulan atau
perserikatan dilarang, Termasuk PGI. Sejak itu sekolah-sekolah ditutup. Namun,
Setelah banyak kejadian berlalu. Akhirnya sekolah-sekolah yang sudah lama
ditutup dibuka kembali. Bahasa Belanda dan Inggris dilarang diganti dengan
pelajaran bahasa Nippon dengan huruf katakana dan kanji. Untuk bahasa Indonesia
dipakai sebgai bahasa pengantar di sekolah-sekolah Sekolah Dasar diberi nama
“Syo Gakko”, Sekolah Menengah “Cu Gakkoo” dan Sekolah Tinggi “Dai Gakkoo”.
Bulan September 1942 pemerintah Jepang mulai membuka sekolah Menengah
Pertama dan Atas, termasuk sekolah-sekolah kejuruan seperti “Sihan Gakkoo”
(Sekolah Guru),“Kasei Jo Gakkoo” (Sekolah Kepandaian Puteri) dan lain-lain.
Guru-guru Indonesia dengan semangat kebangsaan yang tetap bekerja dibawah
pemerintahan Jepang. Orang-orang Jepang mempercayai bahwa sumber kemajuan dan
kekuatan suatu bangsa adalah pendidikan. Pendidikan itu perlu untuk kebangunan
dan pembangunan bangsa. Pendidikan yang baik dilahirkan dari guru yang baik
pula. Orang jepang sangat menghormati guru. Guru dan dokter mendapat panggilan
kehormatan “Sensei” yang berarti “Mula-mula hidup” atau yang dahulu selaki
hidup (orang yang tertua). Untuk mendidik guru yang baik didirikanlah sekolah
guru dinamai “Sihan Gakkoo”.
Berikut ini adalah kebijakan pemerintahan Jepang terkait pendidikan
yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era
kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
a. Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda;
b. Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya
sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat
diikhtisarkan sebagai berikut:
a. Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama
studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama
dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.
b. Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko
(Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko
(Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
c. Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat
vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik,
dan pertanian.
d.
Pendidikan Tinggi.
C. Peran Guru pada Masa Kemerdekaan
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
menjadikan peran guru dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat
lebih terbuka dan maksimal. Dengan semangat proklamasi para guru bersepakat
menyelenggarakan Kongres Guru Indonesia yang berlangsung tanggal 24-25 November
1945 di Surakarta. Dalam kongres tersebut disepakati untuk menghilangkan segala
perbedaan latar belakang yang ada pada guru, seperti perbedaan tamatan,
lingkungan pekerjaan, daerah asal, politik, agama, dan suku. Mereka melebur
dalam suasana ke-Indonesiaan dan siap mengabdi demi kemajuan bangsa dan Negara
Indonesia yang lebih baik dan sejahtera. Melalui kongres ini didirikan
Persatuan Guru Republik Indonesia tepatnya tanggal 25 November 1945.
PGRI lahir dalam suasana revolusi dimana
bangsa Indonesia masih menghadapi sekutu yang ingin mengambil alih kembali
Indonesia merdeka. Melalui siaran RRI Surakarta, para guru bersatu dan bersiap
mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan:
1. Mempertahankan
dan menyempurnakan Republik Indonesia.
2. Mempertinggi
tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
3. Membela
hak dan nasib buruh umumnya, dan guru pada khususnya.
Dari
tiga tujuan di atas, dapat disimpulkan bahwa PGRI sangat serius terhadap
masalah nasib bangsa ke depan menuju Indonesia merdeka yang sejahtera, adil,
dan makmur. Ke depan guru tidak terjebak pada rutinitas tugas belaka, tetapi
secara terus menerus guru mampu meningkatkan kualitas mengajar dan mendidiknya
sehingga upaya peningkatan mutu pendidikan dapat tercapai.
Tanpa
perubahan paradigma dari para guru, sepertinya sulit dan hampir tidak mungkin
mutu pendidikan di Indonesia dapat meningkat. Hal ini disebabkan guru berada di
garda terdepan dalam peningkatan mutu pendidikan.
Oleh
karena itu dibutuhkan kesejahteraan pribadi dan profesional guru yang meliputi:
1. Imbal
jasa yang wajar dan proporsional
2. Rasa
aman dalam melaksanakan tugasnya.
3. Kondisi
kerja yang kondusif bagi pelaksanaan tugas dan suasana kehidupannya.
4. Hubungan
antar pribadi yang baik dan kondusif.
5. Kepastian
jenjang karir dalam menuju masa depan yang lebih baik.
Beberapa
Paradigma baru yang harus diperhatikan guru dewasa ini adalah sebagai berikut:
1. Tidak
terjebak pada rutinitas belaka, tetapi selalu mengembangkan dan memberdayakan diri secara terus-menerus untuk meningkatkan
kualifikasi dan kompetensinya, baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan,
seminar, lokakarya, dan kegiatan sejenisnya. Guru jangan terjebak pada
aktifitas datang, mengajar, pulang, begitu berulang-ulang sehingga lupa mengembangkan
potensi diri secara maksimal.
2. Guru
mampu menyusun dan melaksanakan strategi dan model pembelajaran yang aktif,
inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM) yang dapat menggairahkan
motivasi belajar peserta didik. Guru harus menguasai berbagai macam strategi
dan pendekatan serta model pembelajaran sehingga proses belajar-mengajar
berlangsung dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan.
3. Dominasi
guru dalam pembelajaran, dikurangi sehingga memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk lebih berani, mandiri, dan kreatif dalam proses
belajar-mengajar.
4. Guru
mampu memodifikasi dan memperkaya bahan pembelajaran sehingga peserta didik
mendapatkan sumber belajar yang lebih bervariasi.
5. Guru
menyukai apa yang diajarkannya, dan menyukai mengajar sebagai suatu profesi
yang menyenangkan.
6. Guru
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, dan tekhnologi yang mutakhir sehingga
memiliki wawasan yang luas dan tidak tertinggal dengan informasi terkini.
7. Guru
mampu menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat luas dengan selalu
menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji dan mempunyai integritas yang
tinggi.
8. Guru
mempunyai visi ke depan dan mampu membaca tantangan zaman sehingga siap
menghadapi perubahan dunia yang tak menentu yang membutuhkan kecakapan dan
kesiapan yang baik.
D.
Guru
Masa Kini
Tonggak sejarah
guru di Indonesia pada masa kini adalah lahirnya Undang-undang nomor 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen. Diiringi dengan Peraturan Pemerintah nomor 19
tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, dimana didalamnya diatur
tentang standar tenaga pendidik dan kependidikan.
Menyadari bahwa
untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses peningkatan mutu dan relevansi,
serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional
dan global perlu dilakukan perberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen
secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Inilah salah satu yang menjadi
dasar pertimbangan dilahirkannya undang-undang guru di atas.
Regulasi
pemerintah atas guru terus bergulir, berbagai kebijakan terkait dengan upaya
perencanaan guru ditata sedemikian rupa, pembinaan guru yang telah menjadi
tenaga tetpa di institusi pendidikan terus dilakukan secara intensif, dan
bahkan promosi guru untuk studi lanjut diberi perhatian lebih luas.
Standar yang
ditetapkan oleh pemerintah tentang guru atau tenaga kependidikan ini jelas
tampak bab VI tentang standar pendidikan dan tenaga kependidikan. Pada Pasal 28 ditegaskan bahwa; (1)
Pendidikan harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional,(2) kualifikasi akademik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi
oleh seorang pendidikan yang dibuktikan dengan ijazah dan/ sertifikat keahlian
yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan (3)
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
serta pendidikan anak usia dini meliputi : kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Tanda keseriusan
pemerintah terhadap peran guru dalam pembangunan nasional, kemudian dikeluarkanlah
Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 tahun 2008 tentang guru dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 16 Tahun 2005 tentang standar kualifikasi dan kompetensi
pendidik.
Benar disadari
bahwa guru pada zaman sekarang ini, semakin luas dan semakin kompleks. Guru di
kota berbeda dengan guru di desa, guru honorer berbeda dengan guru pemerintah
dan seterusnya. Untuk itu kompleksitas masalah guru mungkin akan terus
berlanjut sampai kegiatan pendidikan itu berhenti, namun yang pasti, taksonomi
masalah guru akan terus menjadi bagian dari tugas pemerintah terkait dengan
pembangunan anak bangsa di masa yang akan datang.
Inti dari
pembahasan tentang regulasi pemerintah di atas, adalah bahwa ketika guru
mendapatkan hak dan eksistensinya secara proporsional, maka kewajiban dan
tantanganpun hadir di hadapannya. Profesionalisme guru sebagai tenaga pendidik,
tidak hanya sekedar berdiri di depan kelas, lebih dari itu kini guru menjadi
agen perubahan, menjadi motor penggerak pembangunan peradaban. Namun juga ada catatan
lain, bahwa para politisi kadang kala memanfaatkan “guru” untuk kepentingan
politik dan lainnya.
BAB
III
PENUTUP
SIMPULAN
Pada zaman Belanda, terdapat bermacam-macam sekolah diperuntukan bagi
golongan tertentu. Umumnya sekolah desa atau sekolah rakyat (Volksschool)
untuk masyarakat desa, sekolah dasar Angka II ( Tweede Inlandse School)
untuk rakyat biasa di kota-kota. Dan sekolah Dasar berbahasa Belanda untuk
anak-anak priyai.atau anak-anak pegawai pemerintah Hindia Belanda. Guru-gurunya
adalah tamatan bermacam-macam sekolah guru, seperti Normalschool (NS), Kweekschool (KS), Hongere
Kweekschool (HKS) dan banyak lagi. Dan setiap golongan guru tersebut
mendapat gaji yang berbeda-beda pula. Hal ini sengaja diciptakan oleh Belanda
untuk mempengaruhi golongan guru dan memecah belah penduduk Indonesia, bukan
hanya dalam pendidikan, namun juga dalam kehidupan social-ekonomi.
Berikut ini adalah kebijakan pemerintahan Jepang terkait pendidikan
yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era
kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
a. Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda;
b. Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya
sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat
diikhtisarkan sebagai berikut:
a. Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama
studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama
dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.
b. Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko
(Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko
(Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
c. Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat
vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik,
dan pertanian.
d.
Pendidikan Tinggi.
Inti dari
pembahasan tentang regulasi pemerintah di atas, adalah bahwa ketika guru
mendapatkan hak dan eksistensinya secara proporsional, maka kewajiban dan
tantanganpun hadir di hadapannya. Profesionalisme guru sebagai tenaga pendidik,
tidak hanya sekedar berdiri di depan kelas, lebih dari itu kini guru menjadi
agen perubahan, menjadi motor penggerak pembangunan peradaban. Namun juga ada
catatan lain, bahwa para politisi kadang kala memanfaatkan “guru” untuk
kepentingan politik dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amini. 2013. Profesi Keguruan. Medan : Perdana
Publishing.
Kunandar.
2011. Guru Profesional, Implementasi
Kurikulum Timgkat Satuan Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru.
Jakarta: Rajawali Pers.
Lubis, Saiful Akhyar.
2010. Profesi Keguruan. Medan : Cita Pustaka Perdana Mulya Sarana